Politik

Komisi C DPRD Bojonegoro Soroti Lambannya Penurunan Angka Kemiskinan: Butuh Program Revolusioner

aksesadim01
5927
×

Komisi C DPRD Bojonegoro Soroti Lambannya Penurunan Angka Kemiskinan: Butuh Program Revolusioner

Sebarkan artikel ini
4d13c89f 1b77 42f4 9f61 4c6bfbeac4c3

BOJONEGORO – Komisi C DPRD Kabupaten Bojonegoro menggelar rapat kerja bersama Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro di ruang Badan Musyawarah (Banmus) DPRD, Rabu (8/10/2025).

Rapat ini membahas Program Percepatan Penanggulangan dan Pengentasan Kemiskinan yang dinilai belum menunjukkan hasil signifikan, meski setiap tahun Pemkab menggelontorkan anggaran triliunan rupiah.

Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi C Ahmad Supriyanto, didampingi Wakil Ketua Muhammad Rozi, serta dihadiri anggota Komisi C. Turut hadir pula Kepala Bapenda Bojonegoro Ahmad Gunawan, serta perwakilan dari BPS Bojonegoro.

Dalam paparannya, Ketua Komisi C Ahmad Supriyanto menegaskan bahwa hasil penurunan angka kemiskinan di Bojonegoro masih jauh dari harapan.

Berdasarkan data BPS, tingkat penurunan kemiskinan setiap tahun hanya sekitar 0,2 poin, meski alokasi anggaran mencapai lebih dari Rp1,6 triliun yang tersebar di 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

“Dari tahun ke tahun, kita hanya turun 0,2 poin. Dengan anggaran sebesar itu, hasilnya belum signifikan. Maka kami dorong agar ada langkah-langkah revolusioner, bukan hanya rutinitas atau kegiatan simbolis,” tegas Ahmad Supriyanto.

Ia juga menyebutkan, pada tahun anggaran sebelumnya, total dana untuk program penurunan kemiskinan mencapai Rp2,27 triliun. Namun tahun 2025 justru menurun menjadi Rp1,6 triliun.

“Kami ingin memastikan penurunan anggaran ini tidak mengurangi efektivitas program di lapangan. Karena pengentasan kemiskinan bukan hanya soal angka, tapi soal kesejahteraan nyata masyarakat,” tambahnya.

Nada kritis datang dari anggota Komisi C, Mochlasin Affan, yang menyoroti absennya Ketua TKPKD dalam rapat penting tersebut.

Menurutnya, ketidakhadiran itu mencerminkan lemahnya keseriusan pemerintah daerah dalam menekan angka kemiskinan.

“Ini rapat strategis, tapi Ketua TKPKD tidak hadir. Ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan komitmen Pemkab. Padahal, persoalan kemiskinan memerlukan kepemimpinan yang tegas dan kolaborasi yang kuat lintas sektor,” ujarnya.

Affan juga menyebut, pola program pengentasan kemiskinan di Bojonegoro selama ini masih bersifat favoritistik dan tidak berubah secara mendasar.

“Kita butuh program yang revolusioner, yang memberi lompatan nyata, bukan sekedar pelatihan atau bantuan formalitas yang hasilnya tak terasa,” tegasnya lagi.

Sementara itu, Siti Robi’ah, anggota Komisi C lainnya, menyoroti perlunya pemanfaatan bonus demografi untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM).

“Kita sedang berada di masa bonus demografi. Ini harus jadi momentum membangun SDM unggul, bukan sekedar angka statistik. Dinas Pendidikan dan OPD terkait harus mampu menciptakan pelatihan yang relevan dan produktif agar generasi muda bisa bersaing,” ujarnya.

Menurutnya, peningkatan kompetensi tenaga kerja lokal bisa menjadi kunci mengurangi kemiskinan struktural yang masih banyak terjadi di pedesaan Bojonegoro.

Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bojonegoro, Ahmad Gunawan, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya masih melakukan penyesuaian pasca perubahan APBD.

“Kami masih berproses memastikan angka final pasca perubahan anggaran. Nanti data lengkapnya akan kami sampaikan secara tertulis kepada DPRD,” ujar Gunawan.

Dirinya juga menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadiran Ketua TKPKD karena tengah melakukan koordinasi dengan tim internal pemerintah daerah terkait program kemiskinan.

Dari sisi data, perwakilan BPS Bojonegoro menjelaskan bahwa pengukuran kemiskinan dilakukan berdasarkan indikator nasional, termasuk pengeluaran per kapita, konsumsi pangan, dan kebutuhan nonpangan.

“Kemiskinan itu tidak hanya soal pendapatan, tapi juga akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Karena itu, kami perlu sinkronisasi dengan data lapangan agar kebijakan daerah tidak salah sasaran,” jelas perwakilan BPS.

Rapat ditutup oleh Ketua Komisi C Ahmad Supriyanto dengan menegaskan beberapa poin kesimpulan yakni, Penurunan angka kemiskinan di Bojonegoro masih stagnan, hanya 0,2 poin per tahun.

Perlu kebijakan revolusioner dan sinergi lintas sektor dalam penanganan kemiskinan.

Pemkab diminta meningkatkan transparansi dan kehadiran pimpinan TKPKD pada rapat-rapat strategis.

Optimalisasi SDM melalui pelatihan dan pemberdayaan produktif menjadi prioritas agar bantuan tidak berhenti di tataran konsumtif.

DPRD akan melakukan pengawasan lebih ketat terhadap penggunaan anggaran kemiskinan yang tersebar di berbagai OPD.

“Kami berharap hasil rapat ini menjadi bahan introspeksi bersama. Jangan sampai program besar dengan dana besar, tapi hasilnya kecil. Masyarakat menunggu perubahan nyata,” tutup Ahmad Supriyanto. (yen)